Point penting TQM (QUALITY MANAGEMENT MANAGEMENT) bisa kita lihat dari kata TOTAL-nya, makna TOTAL salah satunya menciptakan sistem yang meliputi aspek yang lengkap alias menyeluruh. Yang menarik saat training dilakukan ada salah satu peserta ada yang bertanya, tentang bagaimana dengan sistem integrasi? Apakah itu sama dengan TQM? Sistem integrasi kalau aspek yang diintegrasikan menyeluruh, tentu akan sama dengan TQM, tetapi biasanya dalam suatu perusahaan ada berapa sistem yang diintegrasikan? Paling tidak lebih dari 5 jenis sistem bukan?
Kemudian ada pertanyaan lagi, kalau ISO bagaimana? Sistem harus terimplementasi dengan bukti yang sah, bukan karena klaim dari perusahaan kalau sistem berjalan baik, ISO muncul sebagai bukti dan juga sebagai alat marketing, ISO itupun munculnya bukan keseluruhan tetapi perseri, seperti: ISO 9001 (Mutu), ISO 14001 (lingkungan), ISO 45001 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) dll.
Lalu apa yang yang menjadikan perusahaan sudah ber-TQM, aspek apa saja yang harus digabung sehingga arti kata TOTAL terpenuhi? Sepertinya ini berat untuk dijawab, dan untuk memahami apakah perusahaan kita sudah Ber-TQM atau belum? Perlu kiranya memahami Evolusi KUALITAS, karena sistem yang baik bukan karena semua aspek-aspek itu sudah diidentifikasi saja, tetapi bagaimana perusahaan sebenarnya melaksanaan dan menyempurnakan arti kualitas itu sendiri.
==SEJARAH KUALITAS==
IQC (Inspection Quality Control) -1910
Sejak 1910 saat Perusahaan Ford membuat line perakitan, yang banyak mengurangi biaya. Sejak itu pula dimulai dikenal konsep line perakitan (Assembly Line) dalam jumlah produksi yang besar. Kualitas produk ditekankan melalui engineer dan management yang membuat desain kualitas produk, standar proses dan spesifikasi produk. Dimana nantinya inspector mencek karakteristik produk, mendeteksi error dan kegagalan, dan menindaklanjuti dengan tahapan improvemen kualitas
Statistical Process Control – 1930
Walter Shewart menciptkan Tool Quality -Control Chart saat beliau bekerja di lab sebagai QC inspector, lihat di link (https://id.wikipedia.org/wiki/Diagram_kontrol). Beliau menyarankan metoda 100% inspeksi dapat diganti dengan pelaksanaan sampling dan memastikan kestabilannya dengan Control Chart dan kemungkinan produk catat terkirim mempunyai kemungkinannya yang kecil selama metoda sampling benar dan juga metoda ini sangat mengurangi biaya chek. Penggunaan Control Chart memonitor aspek kritikal proses dan produk. Sejak digunakannya tool statistik mulai dikenalkan istilah Statistical Quality Control (SQC).
Total Quality Control (TQC) – 1950
Jaminan kualitas tidak akan dicapai bila kontrol hanya di proses produksi saja. JM, Juran memulai konsep Quality Cost dalam bukunya Quality Control Handbook (1951), disebutkan bahwa kerugian karena cacat produk nilainya lebih dari biaya Quality Control, sehingga Juran memasukkan biaya kualitas ke dalam biaya pencegahan, biaya appraisal, biaya kegagalan di internal dan external. Juran di tahun 1954 mengundang Jepang dan menanamkan konsep TQC. AKhirnya Konsep TQC dikembangkan dan dipakai Jepang melalui JUSE (Union of Japanese Scientists and Engineers). Ada ahli yang juga melihat kualitas sebagai cost, yaitu Armand Feigenbaum di GE, yang mengatakan arti kualitas harus dilihat juga sebagai Benefit Perusahaan melalui kontrol di semua tahapan life time produk dan semua fungsi.
Company-wide Quality Control (CWQC) – 1970
JUSE yang anggotanya terdiri dari penerima beasiswa, enginer dan staf negara mengundang Deming ke Jepang. Deming memperkenalkan mengenai konsep kualitas dan metoda statistic ke manager-manager di industri Jepang. Perubahan Kualitas ke tahap berikutnya menjawab problem di perusahaan-perusahaan yang mengandalkan inspeksi saja. Kualitas itu juga termasuk prosesnya, bukan produknya saja. Yang dimaksud proses adalah tahapan yang dilewati oleh produk (Life Cycle Product). Tetapi tetap saja pendekatan Life Cycle Product masih belum optimal, karena belum optimal inilah timbul TQC (total Quality Management). Sejak itulah industri Jepang menyadari akan pentingnya TQC melalui penekanan edukasi dan training kualitas ke semua karyawan dan membentuk budaya kualitas. Kaoru Ishikawa menjadi orang yang penting di TQC di jepang kualitas karena beliau memperkenalkan metoda statistic QCC dan 7 QC tools untuk improvement.
Total Quality Management -1985
Saat Jepang membuktikan pertumbuhan industri mereka, bahkan memimpin dalam industri dunia secara cepat, industry di Eropa dan khususnya US menyadari bahwa mereka menemukan saingan baru dalam kompetisi global, yaitu Jepang. US dan Industri Barat akhirnya melakukan Bencmark dan mengembangkan TQC menjadi TQM.
Apakah Mamfaatnya Memahami Sejarah Kualitas?
Dalam training ada pertanyaan yang dijawab langsung juga oleh peserta lainnya, dan ini bisa dijadikan alasan kenapa kita harus mengetahui sejarah arti kualitas. Peserta yang menjawab melalui kasus yang baru-baru ini ditanganinya, sering kali masalah produk disebabkan suppliernya, beliau menyadari bahwa action problem di supplier sangat kurang efektif bila tidak mereview Total Aspek Sistem Manajemen di suppliernya. Karena selama ini mereka hanya meminta laporan Tindakan Perbaikan saat produk salah satu supplier yang diterima tidak sesuai. Bahkan ketika mereka melakukan audit ke suplier, hasil audit supplier selalu dengan nilai baik. Bagaimana dengan training? Beban Kerja? Aspek Keselamatan dan Kesehatan? Aspek penilaian dan Motivasi? Dll lagi. Peserta yang menjawab mengatakan, penyelesaian di supplier selama ini hanya dengan pendekatan IQC, SPC, TQC saja, dan belum ke level TQM.
APAKAH TQM SUKSES?
Entah karena definisi kata Total atau keseluruhan inilah maka TQM terlihat agak lebih sulit, bahkan ada istilah Hard Side dan Soft Side dalam mengimplementasikan TQM. Dimana Hard side adalah implementasi TQM yang bersifat Teknik QC, dan Soft Hard aspek TQM terkait konsep, culture dan faktor pekerja. Dalam pelaksanaan TQM banyak yang menyatakan bahwa faktor softlah yang menjadi penentu. Coba saya bayangkan bagaimana sebenarnya membuat aspek Soft TQM bisa optimal? Bukankah butuh usaha keras dan waktu yang lama? Mungkin dari Soft TQM inilah banyak pendapat (lihat jurnal-jurnal atau tulisan yang beredar di internet), dimana disimpulkan :susah menjalankan TQM, karena utuh usaha extra dan waktu Panjang untuk melakukan action, waktu panjang bisa karena banyak revisi action, karena yang dihadapi manusia ujung-ujungnya dan selain itu cukup sulit melihat keuntungannya apalagi dengan membandingkan angka usaha dan hasil. Belum lagi pelaksanaan TQM gagal di proses awal karena pemaksaan konseptor TQM, para konseptor (konsultan, senior dll) memaksakan melalui pengalaman mereka daripada konsep yang benar.
BAGAIMANA MEMBUAT TQM MENARIK?
Judul pertanyaan ini hasil dari diskusi juga, rupanya peserta yang hadir sudah paham TQM dan perusahaan mereka sudah menjalankan TQM juga, mulai dari menginteraksikan keseluruhan proses sampai dengan mereview target tiap proses, bahkan badan-badan khusus di perusahaan dibentuk untuk membuat proses berjalan efektif, lucunya ada satu orang yang masuk dalam 10 badan/tim khusus itu. Ketika Berdiskusi terkait analisa data target di tiap proses dan problem produksi, barulah peserta sangat antusias, rupanya saat mereview pola data target dan parameter teknis bisa membuat hal yang rutin menjadi menarik: menarik bukan hanya mempraktekkan formula saja, tetapi mengangkat sesuatu yang selama ini belum disadari dan bisa memberikan banyak ide perbaikan. Ketika menganalisa data dengan control chart dan histogram barulah terungkap, rupanya data yang dianalisa walaupun sesuai target/spec, tetapi pola nya yang tidak wajar. Salah satu peserta mengatakan: ini yang kami perlukan: Analisa pola data!
Analisa pola data merupakan salah satu di Six Sigma yang menghidupi kegiatan TQM. Peserta training dapat melihat jelas kalau Six Sigma dapat mengungkap hal yang rutin dilakukan (sudah dikontrol) tetapi rupanya masih bermasalah. Meraka mengatakan selama ini graphik yang dihadirkan hanya graphik batang, pie chart dll . Tetapi belum mengkaji pola data (data masuk spesifikasi tetapi tidak wajar), padahal cukup dengan tool control chart dan histogram saja.
Lalu saat membahas proses improvement, rupanya selama ini tool improvement baru pada tahap membandingkan rata-rata before after kemudian melihat perubahan biaya secara umum, belum masuk untuk perbandingan antar satu atau dua populasi/sample dengan pendekatan Analisa Mean, Analisa Varian, atau Analisa proposional (Kami coba lampirkan tool untuk melakukan improvement dengan alat bantu Uji Hipotesa). Dari dua inputan ini, memang pas jikalau TQM perlu diperkaya dengan Six Sigma.
Mengeksplorasi dengan mengimplementasikan Six Sigma pada TQM, selain membuat banyaknya improvement di perusahaan yang akan merevisi sistem TQM, pasti memberikan nilai positif dalam kemampuan karyawan mengungkapkan hal-hal yang sesuai tetapi tidak efektif dijalankan.
Salam Sixsigma dan TQM