HEALTH BELIEF MODEL

Pendahuluan

Saya sering mendapatkan keluhan atasan mengenai alat pelindung diri (Baca APD). Seakan simple, karena tinggal pakai saja, tetapi aktualnya sering bermasalah. Lalu keluhan tadi diteruskan dengan menyalahkan pekerja dan bisa juga manajemen. Kalau APD disediakan sudah cukup baik maka yang disalahkan adalah pekerja tetapi kalau APDnya tidak sesuai atau bahkan tidak semua diberikan APD maka disalahkan pihak manajemen.  Lucunya lagi kalau kita berbicara dengan majamenen atau berbicara dengan pekerja yang memakai APD, maka pembicaraan yang akan berlangsung adalah saling melihat pihak lain tanpa memverifikasi fungsi APD terhadap bahaya atau risiko yang akan timbul. Saya yakin resiko terhadap bahaya tidak hanya dipekerja, tentu ke semua pihak. Ditulisan ini saya hanya melihat sisi perubahan individu dalam penggunaan APD, memang APD merupakan urutan terakhir dalam mengurangi risiko. Di tulisan ini,  saya juga mau menjelaskan sisi objective kendala pemakaian APD dari satu teori perilaku yaitu Health Belief Model (HBM).

 

HBM

Belief Model (HBM) adalah model psikologis yang berupaya menjelaskan dan meramalkan perilaku kesehatan dengan berfokus pada sikap dan keyakinan individu. Sikap dan kepercayaan individu mempengaruhi perilaku kesehatan individu tersebut. Teori HBM dikembangkan pada tahun 1950-an sebagai bagian dari upaya oleh para psikolog sosial di Amerika Serikat Public Health Service untuk menjelaskan kurangnya partisipasi masyarakat dalam pemeriksaan kesehatan dan program pencegahan (misalnya, yang bebas dan berlokasi proyek skrining TBC). Sejak saat itu, HBM telah diadaptasi untuk mengeksplorasi jangka panjang dan jangka pendek perilaku kesehatan.

Contoh lain aplikasi HBD:

  • Landasan untuk mengintervensi permasalahan obesitas. HBM dapat diterapkan pada demografi tertentu untuk menghasilkan intervensi positif terhadap pencegahan, pengurangan atau pemulihan obesitas dengan mengubah keyakinan perilakuk kesehatan seseorang. Riset ini dilakukan di tahun 2009, di Amerika serikat
  • Penelitian Osteoporosis, dalam jurnal berjudul An examination of how osteoporosis could be treated by the Health Belief Model (HBM), which is a systematic mode of predicting and, thus, preventing health behavior yang tahun 2004, disebutkan bahwa penelitian mengenai Osteoporosis di Amerika ini menggunakan HBM, karena HBM merupakan metode promosi kesehatan psikologis yang menemukan masalah dan solusi sebelum permasalahan itu muncul. Peneliti meneliti bagaimana memandang permaslahan Osteoporosis melalui HBM, sehingga memungkinkan untuk memperkirakan risiko yang ada dan yang mempengaruhi sehingga dapat ditemukan metode pengendaliannya.
  • Kathleen and Galvin (1991) dalam A critical review of the health belief model in relation to cigarette smoking behaviour , menyebutkan HBM bisa digunakan untuk menjelaskan dan memprediksi kesehatan perilaku. HBM digunakan dalam kasus merokok karena pada kasus ini terdapat beberapa faktor physiological dan psychological yang tidak berhubungan dengan masalah kesehatan yang cukup mempengaruhi
  • Sinclair, dkk (2005) di makalahnya yang menggunakan data dari studi kampanye pencegahan cedera benda tajam di antara petugas kesehatan di Columbia, South Carolina menyebutkan bahwa HBM digunakan sebagai pedoman pendidikan dan informasi dalam berbagai masalah kesehatan. Biasanya seorang praktisi kesehatan fokus pada persepsi target, a) Ancaman kesehatan atau cedera, b) Rekomendasi tindakan pencegahan, c) Kemampuan untuk bertindak. Namun untuk Komunikasi Kesehatan dan Keselamatan, didasari HBM menjadi hal yang penting untuk memahami dan memprediksi perilaku. Kontrak kerja karyawan dengan majikannya mempengaruhi perilaku kerja si karyawan. Karyawan setuju untuk melakukan sesuatu dengan imbalan upah. Persepsi tentang dukungan majikan akan safety dan jaminan kesehatan memiliki pengaruh penting apakah mereka berperilaku aman atau tidak.

 

Nah HBM juga bisa dilakukan dalam merubah perilaku semua komponen yang terlibat di tempat kita dalam hal penggunaan APD. Ada 8 variabel kunci yang terlibat dalam tindakan individu untuk bersikap mencegah atau mengobati penyakitnya atau berperilaku sehat (penggunaan APD), yaitu dengan memperjelas ke semua komponen yang terlibat, seperti:

 

  1. Perjelas Ancaman yang kita diterima(Perceived threat). Keadaan terancam merupakan langkah awal seseorang untuk bertindak mengurangi ancaman tersebut. Ada dua persepsi terhadap ancaman. Ancaman karena terkenanya penyakitnya dan keseriusan / keparahan bila terkena penyakit. Mari kita pikirkan ancaman bagi Pekerja pemakai APD (alatk3), Pengusaha dan pihak manajerial.

 

  1. Identifikasi siapa yang bisa mengalami kerentanan (Perceived susceptibility). Langkah ini untuk pekerja yang memang rentan terhadap risiko bila tidak menggunakan APD. Saya menyadari banyak pekerja yang mengatakan tidak ada masalah untuk saat itu bila tidak memakai APD, selama ini mereka tidak merasakan apa-apa, apalagi mereka yang sudah senior. Malah mereka akan mengatakan APD membuat mereka lambat dalam bekerja.

Seseorang harus mengetahui dan merasakan bahwa ia rentan terhadap suatu penyakit guna mendorongnya bertindak mengobati atau mencegah penyakitnya. Dengan kata lain, tindakan preventif akan dilakukan jika seseorang telah merasakan bahwa ia rentan terhadap suatu penyakit tersebut atau berada di dalam suatu risiko. Sederhananya point ini menginginkan pekerja diberi kesadaran bahwa mereka sebenarnya rentan terhadap risiko.

  1. Keseriusan yang dirasakan (Perceived severity). Pekerja tidak akan merubah perilaku kesehatannya bila konsekuensi yang diterimanya belum parah. Selama masih bisa ditoleransi maka perilaku tidak berubah. Point ingin mengarahkan kita untuk memberikan contoh-contoh atau informasi keparahan akibat pekerja yang tidak memakai APD. Penyakit apa yang akan timbul dan apa dampaknya.

Memang dalam melakukan assessment suatu bahaya dan penilaian risiko, sering ditemukan hanya yang paling serius ditunjukkan lalu dinilai dengan konsep penilaian bahaya/risiko yang keliru atau penyampaian akibat yang membutuhkan waktu yang lama saja. Contoh kasus. Bahaya kebisingan yang hanya dihubungkan dengan konsekuensi gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran terlalu lama untuk dirasakan pekerja yang tidak menggunakan APD, padahal ada yang juga konsekuensi lain seperti:

  • gangguan fisiologis seperti: peningkatan tekanan darah, gangguan sensoris
  • gangguan psikologi seperti: rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, emosi. Dan dalam jangka lama terpajan bisa memperkuat penyakit psikomatik seperti gastritis dan penyakit jantung koroner. Untuk pekerja yang mempunyai risiko penyakit jantung koroner harus memahami bahwa kebisingan akan memperkuat penyakitnya.
  • Gangguan komunikasi. Apakah pernah terjadi incident akibat komunikasi yang tidak jelas krn adanya sumber bising? Atau mungkin permasalahan kualitas akibat kendala informasi di suatu area yang bising.
  • Gangguan keseimbangan seperti pusing dan mual.

 

  1. Manfaat, tidak ada yang meragukan mengenai mamfaat. Ada pepatah mengatakan yang abadi itu kepentingan (mamfaat). Memang susah mengharapkan perubahan perilaku kesehatan seseorang bila mereka tidak merasakan manfaat untuk dirinya. Seseorang akan cenderung mengambil suatu tindakan kesehatan selama tindakan itu memberikan manfaat baginya. Coba identifikasi mamfaat langsung atau tidak langsung apa yang akan dirasakan oleh pekerja yang memakai APD? Perasaan adanya manfaat ini akan mendorong pekerja untuk terus menggunakan APD.

 

  1. Kebanyakan pengajar entrepreneur bilang, hambatan seorang melakukan bisnis adalah rintangan yang tidak diatasi. Saya berpikir hampir mirip antara memulai suatu bisnis dengan mengubah perilaku. Penyebab utama seseorang tidak mau mengubah perilakunya adalah karena perubahan tersebut dirasakan sangat berat untuk dilakukan karena keterbatasan yang dirasakan baik itu uang, waktu dan kebiasaan. Sebenarnya rintangan bukanlah alasan utama seseorang tidak melakukan tindakan kesehatan jika dibandingkan dengan manfaat yang akan ia peroleh. Tetapi sejauh mana mereka melihat mamfaat itu? Memang setiap tindakan pasti ada rintangan, baik besar maupun kecil. Penyebab utama seseorang tidak mau mengubah perilakunya adalah karena dirasakan sangat berat untuk melakukannya karena keterbatasan yang ada dalam dirinya sendiri. Contoh kasus:
    • Kita akan sulit untuk menghentikan rokok apabila semua orang disekitar anda merokok
    • Kita akan sulit untuk menurunkan berat badan apabila tidak ada yang memberikan contoh atau mengajak berolah raga atau penyediaan infrastruktur  untuk berolah raga seperti: sepatu atau bahkan alat treadmill

Tugas atasan untuk mendiskusikan ke manajemen mengenai rintangan dan solusinya. Pihak Atasan harus berani mengungkapkan mamfaat dalam penyediaan infrastruktur (alatk3). Simpelnya mana ada pengusaha yang tidak mau membelikan alatK3 dengan harga 100 juta dengan mamfaat 100 juta atau bahkan lebih tiap bulannya?

 

  1. Isyarat untuk bertindak. Bagaimana mengidentifikasi konsekuensi langsung yang diderita pekerja akibat tidak pakai APD dan kemudian diinformasikannya. Pekerja akan tergerak untuk mengubah perilakunya apabila ada motivasi tertentu. Motivasi dapat timbul dari faktor internal seperti gejala fisik. Contoh :
    • Pekerja yang tidak memakai ear-muf diinformasikan bahwa pusing-pusing, perut mual, permasalah kerusakan produk karena kurangnya konsentrasi atau gangguan sesak di dada sebelah kiri bisa disebabkan oleh sumber bising yang selama ini dia rasakan
    • perokok berat, dengan munculnya isyarat batuk-batuk, sulit tidur , selalu terbangun karena batuk, kondisi tidak nyaman ini membuat motivasi untuk menghentikan kebiasaan merokok dan hidup dengan perilaku sehat.

Motivasi dari factor external bisa diinfokan melalui: pesan-pesan melalui media baik itu artikel yang dipasang di board, kampanye melalui pesan-pesan mengenai APD selama beberapa bulan oleh atasan.

 

  1. Faktor demografi seperti: usia, jenis kelamin, pendidikan dll, dan faktor psikososial yang bisa memberikan persepsi seseorang yang mempengaruhi perilaku kesehatan. Adanya tingkat pendidikan yang cukup akan mempunyai kesadaran lebih tinggi untuk berperilaku sehat.

 

  1. Kemampuan diri, kemampuan diri adalah persepsi seseorang terhadap kemampuan dirinya bahwa ia dapat melakukan perilaku pencegahan tersebut dengan sukses. Keyakinan individu terhadap kemampuannya dapat menentukan bagaimana mereka berperilaku, berpikir dan bereaksi terhadap suatu ancaman atau situasi yang tidak menyenangkan. Beberapa teori perilaku menyatakan bahwa orang yang mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk melakukan perubahan dalam kehidupannya lebih memungkinkan untuk merubah perilaku dan berhasil dalam perubahan tersebut dari pada orang yang tidak mempunyai keyakian (Bandura 1982; Becker dkk, 1977 dalam Rosenstock 1994).

 

Untuk point 7 dan 8 adalah strategi penempatan karyawan-agen-perubahan. Seberapa tepat penempatan agen perubahan dilakukan. Saya yakin adanya pemberian contoh dari teman, atasan yang selalu konsisten dalam pemakaian APD (alatk3) akan memberikan kontribusi perubahan ke yang lainnya

 

Dari tulisan saya ini, bisa dilanjutkan dengan mengidentifikasi point 1 sampai 8 di tempat kerja kita, lalu review kendala dan kekurangannya dalam hal pemakaian APD. Diharapkan dengan mengidentifikasi detail dan melengkapi kekurangan maka akan ada inisiasi atau perubahan dalam hal pemakaian APD di tempat kerja kita.