Pemerintah mewajibkan pemilik instalasi tenaga listrik yang berbentuk badan usaha salah satunya pembangkit tenaga listrik untuk memiliki Sistem Manajemen Keselamatan Ketenagalistrikan (SMK2) sebagai upaya meningkatkan ketaatan dalam penerapan keselamatan ketenagalistrikan. Penerapan SMK2 sebagai bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan ketenagalistrikan sehingga terbentuklah keselamatan ketenagalistrikan berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 tahun 2021 tentang Keselamatan Ketenagalistrikan. Ada tiga tujuan dalam penerapan keselamatan ketenagalistrikan, yaitu andal dan aman bagi instalasi tenaga listrik, aman dari bahaya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya, dan yang terahir adalah ramah lingkungan.
Kesesuaian keselamatan ketenagalistrikan harus memenuhi aspek-aspek diantaranya adalah
- setiap instalasi listrik harus memiliki sertifikat laik operasi
- setiap badan usaha jasa penunjang tenaga listrik wajib memiliki sertifikat badan usaha jasa penunjang tenaga listrik
- setiap tenaga teknik dalam usaha ketenagalistrikan wajib memiliki sertifikat kompetensi
- setiap peralatan listrik yang digunakan harus memenuhi Standar Nasional Indonesia
- setiap kegiatan usaha ketenagalistrikan wajib memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang Lingkungan Hidup
- Pemenuhan keselamatan ketenagalistrikan wajib diterapkan pada setiap penyediaan instalasi tenaga listrik, instalasi pemanfaatan tenaga listrik, dan peralatan dan pemanfaat tenaga listrik.
Dalam penerapan SMK2, ada cheklist pertanyaan yang hampir sama dengan cheklist penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja PP 50;2012. Pertanyaan tentang sistem terkait ketenagalistrikan, dengan total nilai 100, bila taat dikatakan dengan nilai lebih dari 70, kurang dari 70 dinyatakan tidak taat.
Ada satu pertanyaan di cheklist yang sepertinya perlu didukung oleh pemahaman teman-teman yang sudah mengimplementasikan sistem IATF 16949, yaitu terkait FMEA. Yaitu di cheklist Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 tahun 2021 tentang Keselamatan Ketenagalistrikan, point kreteria D point a sampai dengan f, mulai dari mengidentifikasi Kritikal Part sampai dengan menilai risiko lalu sampai melakukan pemeliharaan. Fokus FMEA di IATF 16949 pada produk yang kita buat (DFMEA) dan proses yang kita jalankan (PFMEA), tetapi di point D cheklist Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 tahun 2021 tentang Keselamatan Ketenagalistrikan membahas mengenai part kritikal pada peralatan kelistrikan
Jadi untuk menjawab poind D itu adalah dengan malakukan tahapan sebagai berikut:
- melakukan Asset Criticality Analysis (ACA)
- menyusun Asset Criticality Rank (ACR)
- Setelah mengetahui ACR maka Asset dengan nilai ACR tinggi akan menjadi prioritas untuk penyusunan FMEA (Failure Mode & Effect Analysis) dan RCA (Root Cause Analysis) sehingga diperoleh
Flow penentuan kritikal part bisa dilakukan spt flowchart dapat dilihat di profile artikel ini. Diharapkan dengan melakukan ACA, ACR kemudian FMEA maka dapat diperoleh Maintenance Strategy yang efektif untuk asset dengan ACR tinggi.
Bagaimana strategi kontrol peralatan kelistrikan di tempat anda? Sudah menerapkan ketentuan di SMK2 point D?
Lalu bagaimana penerapan SMK2 di tempat anda?
Bila ada pertanyaan silahkan hubungi kami di improvementqhse@gmail.com atau kontak langsung ke 08777-178-1334 untuk training FMEA di alat kelistrikan atau atau training atau konsultasi set up sistem keselamatan ketenagalistrikan berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 tahun 2021
Salam cost down dengan memperkuat sistem keselamatan ketanagalistrikan