Hari ini saya dipanggil satu client saya, mereka mau pindah badan sertifikasi ke yang lebih baik (terkenal), tujuannya sederhana, agar ketika tender tidak banyak pertanyaan mengenai Badan Sertifikasinya (BS), selama ini sepertinya Badan Sertifikasinya tidak dikenal, dan menurut teman saya ini sekalian untuk memperbaiki sistem di internal. Saat itu saya merespon cukup keras, kebetulan saya kenal dekat dengan teman saya ini, respond saya seperti ini: “Kalian belum siap untuk digalakkin atau ditegasin, karena BS yang terkenal itu lebih tegas dan galak, dan lagi juga implementasi sistem kalian tidak konsisten dan masih berpikir dokumen. Sistem bagus kalau dokumen lengkap, seharusnya implementasi lengkap, terkontrol dan efektif dan efesien. Saat itu saya info juga hal-hal lain, intinya mereka belum siap.
Saya meyakini bahwa sistem bukan harus tergantung orang lain (pihak external) tetapi internal. Bukankah internal yang mengetahui kejelekannya sendiri. Seharusnya kita harus bisa mengoreksi sistem internal, tapi sayangnya kalau bahas topik memperbaiki internal maka akan timbul kata-kata resistansi/alasan: WAH ORANG LAMA, PERLU WAKTU, AGAK BEDA KONDISINYA dll yang menghambat perubahan. Kalau masih ada alasan-alasan itu, antisipasinya memang harus merubah mindset pekerja dan manajemennya. Saya jadi ingat lagi tentang kisah orang malas tetapi mau hidup sehat, dia mengatakan saya mau sehat asal jangan diatur: tidur, makan, istirahat dan olahraga. Nonsen bukan! Hal ini sama dengan mau reject turun, tetapi meeting reject tidak pernah, training tidak dilakukan.
Tulisan pendek ini mau menghantar, jangan fokus ke external, tapi dalamilah internal, saya yakin banyak kekuatan dari internal untuk melakukan perubahan, agi juga mana mungkin perubahan significant dari pihak external, dan lagi juga ada banyak keterbatasan kemampuan pihak eksternal. Saya akan coba sedikit ungkap beberapa aspek kelemahannya:
- STANDARNYA. ISO itu isinya ketentuan Bukan Cara, ketentuan itu isinya aturan dan relative general, pokoknya mesti dipenuhi, terserah kita bagaimana caranya. Dan mana ada satu metoda detail dinyatakan dalam pasal ISO, misalkan Seleksi Supplier. Metoda atau caranya diserahkan ke perusahaan untuk melakukan seleksi, yang penting ada acuan dan pelaksanan. ISO itu kepanjangannya saja International Standar for Organization.
Kata standard itu bisa menyakitkan (hehehe), saya mau bercanda di poit ini, tetapi ini mengena. Ada pertanyaan seperti ini: “Bagaimana pacar/Istri mu?” Kalau ada yang jawab cantik, ini menggembirakan dan pasti kita tersenyum. Tetapi kalau ada yang jawab, standar-standar saja? Kita tentu kesal, karena konotasi standar itu masih sama dengan yang belum diharapkan. Jadi ISO itu tahap standard, bukan hal yang lebih atau hebat.
Untuk seleksi supplier di atas, kita isi semua dengen lengkap ketentuannya. Kalaupun ada perbedaan dengan opini auditor, itu tidak menggagalkan sertifikasi. Karena yang tidak boleh saat audit external adalah bila tidak ada pelaksanaan. Memang agak berbeda dengan IATF 16949, IATF 16949 melihat sekali Customer Requirement. Tetap intinya bila kita penuhi saja, yang penting ada, tetap lulus kok walaupun tidak efektif dan efesien.
- BADAN SERTIFIKASI (BS)
- Ada aspek bisnis antara perusahaan dengan, jadi menggagalkan sertifikasi sama juga mengurangi keuntungan, biasanya kalau tidak hancur-hancur banget sistemnya masih tetap dianggap lulus lah.
- Kalau ada temuan apalagi major, laporannya akan repot, mesti extra waktu dan tenaga,jadi kalaupun major akan dilihat aspek ini, infonya hal membuat laporan membuat banyak malas auditor memberikan major. Bila memungkinkan bisa dianulir dengan melengkapi ketidaksesuaian pada hari audit
- Kemampuan auditor, kadang dipaksakan walaupun beda kompetensi, hal ini biasanya bukan saat sertifikasi IAtF 16949. Ada rekan client bilang, diaudit oleh dosen tetapi dia baru lihat mesin bubut bekerja, parah bukan?
- NEGARA, diaturan Negara kita, ada peran instansi Negara dalam pembinaan dan pengawasan, seperti: Depnaker, Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan mereview suatu perusahaan. Misalkan pengukuran lingkungan, perijinan alat dan orang, standar training ttt. Sejauh mana itu efektif? Saya yakin itu akan sejauh internal kita mau melaksanakan atau tidak. Beberapa catatan saya di beberapa client:
- Ada pengujian Crane tidak dilakukan, tetapi dapat sertifikat layak uji crane
- Uji Listrik dilakukan untuk perusahaan yang mempunyai ukuran listrik 200 KVA, actualnya satu gedung saja yang diukur, gedung yang lain tidak, padahal berbeda rangkaian listriknya
- Pelaporan K3 dan Lingkungan sudah kita berikan bertahun-tahun, apakah ada feedback? Feedback bila ada masalah besar, kalau tidak ada masalah besar ya ga ada masukan. Ada yang pernah tahu kemana larinya laporan kita pada akhirnya? Sepertinya perlu diaudit
- Saya mau bilang mengenai uang-uang siluman, tapi kita tahu sendiri saja.
- Pihak terkait lainya, misalkan Laboratorium Pengukur Lingkungan Kerja kita, Jasa PJK3 kita, Konsultan sistem manajemen, sejauh mana mereka mengontrol? Ada beberapa catatan saya ke pihak terkait itu:
- Saat saya membuat DELH, si laboratorium pengukur lingkungan mengatakan, pak saya sudah email hasil pengukuran Airnya, apakah bapak setuju? Lah ini lab pengukur lingkungan ini aneh ya, seharusnya tidak perlu memberikan persetujuan hasil ke perusahaan bukan?
- Konsultan, nah ini kami. Sangat berat memberikan konsultan yang belum paham suatu proses tetapi dia memegang project konsultasi itu. Misalkan konsultan lulusan elektro mengurus client yang mempunyai proses heat treatment atau foundry. Sisi konsultan pasti bilang, perbaikan sistem itu sama saja konsepnya PDCA, jadi sama saja siapa konsultannya, jadi konsultannya belajar sambil bekerja, ini bagus bukan. Yang kasihan clientnnya, membayar dan mengajari konsultannya, nah ini terbalik bukan dari konsep customer dan siapa vendornya, hahaha. PDCA paling berapa persen berhasil secara optimal, teknikal yang sangat berperan dan juga keinginan berubah (mindset). Bayangkan kalau dapat konsultan yang memahami dalam tantang PDCA lalu mengejar kelulusan sertifikasi ISO tanpa memberikan motivasi perubahan, saya yakin clientnya rugi. Di kami tidak seperti itu, kami menerjunkan rekan konsultan yang paham proses dan mempunyai jiwa belajar dan mau berubah yang baik (ini mamer, jangan dipercaya seratus persen)
Beruntunglah perusahaan rekan-rekan yang sering diaudit pelanggannya atau diaudit oleh grup perusahaannnya, walaupun mereka juga mempunyai kepentingan, yang kadang bisa memperbaiki sistem kita juga, tetapi saya yakin jarang mereka menemukan apa yang tidak benar secara detail, mana mau kita mau buka-bukaan bukan? Di sini saya mau tuliskan, jangan andalkan sepenuhnya pihak lain dalam melakukan perubahan sistem.
Dalam bahasa rohani, kita mau berubah menjadi orang benar, tobatlah jangan ulangi kesalahan-kesalahan yang lama, ya diri kita yang berubah bukan orang lain. Orang lain/pihak external bisa memberikan masukan, tetapi sistem yang excellent tetap didasari dari internal. Berbohong dalam sistem itu adalah membuat sistem untuk pihak external sama saja, hal ini berarti perusahaan hidup dalam kepalsuan, mana ada kepalsuan memberikan makna (improvement) di perusahaan? Hidup yang dinikmati itu adalah hidup yang nyata bukan yang palsu, walaupun yang nyata itu sering tidak menyenangkan.
Salam perubahan
www.improvementqhse.com